Selasa, 15 Mei 2012

Sosiologi Ekonomi (Contoh Teori Struktual Konflik)

Struktur Kepengurusan PT. Bank Perkreditan Rakyat Abcd

PT. Bank Perkreditan Rakyat Abcd dalam teori struktual konflik

PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Abcd dalam teori konflik.

Sesuai ketetapan Menteri Keuangan tahun 1992 Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi.

  Adapun tugas dan peran dari masing – masing bagian struktur PT. Bank PerkreditanRakyat (BPR) Abcd :

  a.Dewan Komisaris, mempunyai tugas menetapkan kebijakan umum yang digariskan oleh pemegang saham, melaksanakan pengawasan pemeriksaan dan pembinaan terhadap PT. BPR Abcd

-  b. Direktur Utama, tugas pokok direktur adalah menyusun perencanaan, melaksanakan koordinasi, dan pengawasan seluruh kegiatan operasional PT. BPR Abcd. 

  c.Bagian Accounting, tugas pokok yaitu bertanggung jawab penuh atas kegiatan pembukuan dan laporan maupun hal-hal lain yang menyangkut bagian dari pembukuan dan laporan, sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh managemen.
-    
  d.Bagian Teller & Customer Service, tugas pokok yaitu melakukan pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pemasukan dan pengeluaran dana, serta melakukan pembukuan dan penerimaan dari bidang-bidang lain dan yang bertanggung jawab penuh atas kegiatan-kegiatan penerimaan dan pembayaran uang dari / kepada para nasabah dan pengeluaran biaya-biaya operasional bank serta administrasi kas yang ada dalam bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
-    
   e.Bagian Administrasi Staf Tabungan dan Deposito, tugas pokok yaitu bertanggung jawab dalam pelayanan memberikan informasi dan administrasi kepada nasabah untuk urusan tabungan dan deposito, maupun hal-hal yang menyangkut informasi dan administrasi.
  
  f.Bagian Marketing, tugas pokok yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dalam bentuk kredit, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  
  g.Bagian Administrasi Kredit, tugas pokok yaitu bertanggung jawab penuh atas kegiatan administrasi kredit maupun hal-hal lain yang menyangkut bagian dari pembukaan dan pembukuan fasilitas kredit, sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh manajemen.

Teori Struktur Konflik menjelaskan dimana suatu struktur memiliki konflik. Banyak penyebab suatu struktur memiliki konflik, di antaranya perbedaan kepentingan, tidak sejalannya pemikiran dalam menjalankan visi dan misi, sulitnya penyesuaian jika terjadi perubahan peraturan dan lain sebagainya.

Konflik yang pernah terjadi di tubuh PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Abcd adalah sulitnya penyesuaian saat terjadi perubahan peraturan dan system.


01 Juli 2010, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/14/DKBU perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat dan dengan berlakunya Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) bagi BPR berdasarkan SE No.11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009 perihal Penetapan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat, maka diperlukan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjelasan lebih lanjut dari SAK ETAP bagi industri BPR.

Pada saat itu BPR se-Indonesia diminta menjalankan pedoman akuntansi baru, yang dinamakan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Banyak perubahan yang dilakukan di dalam pedoman ini, salah satunya mengacu pada pedoman pencatatan pendapatan. Di dalam peraturan ini, BPR diminta oleh BI, pencatatan pendapatan bunga / bunga yang diangsur oleh nasabah dicatat dengan sistem accrual dan bukan lagi cash basic. Singkat kata SAK ETAP membuat pendapatan berdasarkan pencatatan merosot tajam berkisar     Rp 50.000.000 - Rp 70.0000.000 per bulan.

Sebenarnya Pedoman yang disusun oleh Bank Indonesia, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dan DPP Pebarindo tidak begitu buruk, mereka mempunyai teknis, perumusan, standarisasi dan tujuan yang jelas, namun memang membutuhkan proses dalam penyesuaian. Agar lebih jelas berikut rincian tujuan dan ruang lingkup Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat yang mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) :

a. Untuk membantu pengguna dalam menyusun laporan keuangan agar sesuai dengan tujuan laporan keuangan, yaitu :
1)Pengambilan keputusan ekonomi
Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yang rasional. Oleh karena itu, informasi yang disajikan harus dapat dipahami oleh pelaku bisnis dan ekonomi serta pihak-pihak yang berkepentingan antara lain meliputi:
a) deposan;
b) kreditur;
c) pemegang saham;
d) Bank Indonesia;
e) otoritas pengawasan;
f) pemerintah;
g) Lembaga Penjamin Simpanan;
h) masyarakat.

2) Menilai prospek arus kas
Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang dapat mendukung deposan, investor, kreditur dan pihak-pihak lain dalam memperkirakan jumlah, saat, dan kepastian dalam penerimaan kas di masa depan. Prospek penerimaan kas sangat bergantung pada kemampuan BPR untuk menghasilkan kas guna memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo, kebutuhan operasional, penanaman modal kembali(reinvestasi) dalam operasi, dan pembayaran dividen. Persepsi dari pihak-pihak yang berkepentingan atas kemampuan BPR tersebut akan mempengaruhi tingkat kepercayaan terhadap BPR yang bersangkutan. Deposan, investor, dan kreditur akan memaksimalkan pengembalian dana yang telah mereka tanamkan dan akan melakukan penyesuaian terhadap risiko yang mereka perkirakan akan terjadi pada BPR yang bersangkutan.


3) Memberikan informasi atas sumber daya ekonomi Laporan keuangan bertujuan memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi BPR, kewajiban BPR untuk mengalihkan sumber daya tersebut kepada entitas lain atau pemilik saham, serta kemungkinan terjadinya transaksi dan peristiwa yang dapat mempengaruhi perubahan sumber daya tersebut.

b. Menciptakan keseragaman dalam penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan sehingga meningkatkan daya banding di antara laporan keuangan BPR.

c. Menjadi acuan minimum yang harus dipenuhi oleh BPR dalam menyusun laporan keuangan. Namun, keseragaman penyajian sebagaimana diatur dalam Pedoman ini tidak menghalangi BPR untuk memberikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan sesuai kondisi masing-masing BPR.
Pedoman ini menjadi acuan bagi seluruh BPR dalam menyusun laporan keuangannya.

Ternyata tujuan tersebut diatas, dalam proses penyesuaianya menciptakan dampak yang kurang baik di PT. BPR Abcd.

Laporan Keuangan PT. BPR Abcd, baik Neraca, Laporan Laba Rugi atau Laporan Arus Kas, menunjukan angka yang tidak menyenangkan. Direktur utama mengambil strategi agar pendapatan bunga lebih ditekankan, sehingga pendapatan bunga yang tidak tertagih tidak menjadikan PT. BPR Abcd pailit, karena pendapatan utama suatu perbankan khususnya BPR adalah pendapatan bunga kredit. Selain itu sebisa mungkin beban operasional juga diminimalisir agar pengusahaan penekanan bunga kredit tidak sia-sia.

Dengan dasar kebijakan tersebut, Direktur yang bertugas menyusun perencanaan dan melaksanakan koordinasi menugaskan marketing yang memiliki tugas pokok menghimpun dana, agar lebih tegas dan keras menagih angsuran nasabah, khususnya nasabah yang kurang lancar dan macet. Marketing pun menjalankan tugas yang diperintahkan.

Seiring berjalannya waktu, pada awal tahun, marketing yang merasa telah bekerja keras untuk perusahaan, menerima gaji dan kenaikan gaji yang tidak memuaskan. Karena kebijakan direktur yang meminimalkan beban. Terjadilah konflik. Marketing yang awalnya gencar menghimpun dana kini enggan lagi untuk bekerja secara maksimal. Meeting pun diadakan, direktur dan accounting mencoba menjelaskan system yang berlaku yang membuat PT. BPR Abcd tidak dapat memberi kenaikan gaji maksimal. Laporan keuangan pun ditunjukan dan diperbandingkan dengan laporan keuangan yang belum mengacu system SAK ETAP. Tetapi tetap saja marketing tidak peduli dengan system pencatatan yang seperti itu, asumsi mereka angsuran bunga yang dibayarkan pada saat itu adalah pendapatan yang harus diakui pada saat itu juga, sementara system yang berlaku (SAK ETAP) tidak dapat berasumsi seperti itu.

Akhirnya solusi atau jalan tengah dari konflik diatas dapat ditemukan. Dari laporan keuangan yang ada, masih ada posisi keuangan yang memiliki nilai lebih untuk dijadikan pendapatan, yaitu keuangan di posisi pasiva neraca. Direktur mengambil jalan untuk menempatkan beberapa deposito di bank BPR atau bank umum lain agar nantinya bunga yang cukup besar dapat dijadikan pendapatan bunga disamping pendapatan bunga kredit.

Bulan berikutnya sedikit demi sedikit karyawan PT. BPR Abcd dapat menyesuaikan system yang berlaku tanpa harus menghilangkan system yang sudah ditetapkan.

Kesimpulan :
Peraturan yang berubah tentu memiliki dampak yang positif maupun negative bagi pelaksana yang terikat pada peraturan itu. Diperlukan penyesuaian didalamnya, dan tentu penyesuaian yang menghasilkan dampak positif atau negative tergatung pada kebijakan pimpinan, dan managerial yang baik, sehingga menghasilkan struktual yang jauh dari konflik.

Saran      :
Langkah awal mengambil kebijakan “penekanan angsuran bunga kredit pada nasabah lancar, kurang lancar dan macet” sudah tepat dan dapat disesuaikan. Namun “meminimalisir beban operasional (termasuk beban gaji)” itu kurang tepat, karena hal tersebut sudah menjadi pokok standarisasi PT. BPR Abcd.  Seharusnya direktur mempertimbangkan kebijakan yang tidak mempengaruhi beban dan lebih memilih mencari investor untuk menambah financial dari segi permodalan.

ga tau artinya? tanya disini